Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sajak September


Hanya ada anyir darah, darah, dan darah
serta mata yang kian memerah
di hadapan kastel nan megah
tangan terkepal itu, setia,
menunggu dekrit sang raja

1
Kurukshetra [1] yang baru saja kudengar, seperti dejavu[2]
tragedi dua puluh satu tahun lalu, belum usang dari ingatanku
Kini kubiarkan hatiku membara di semesta
dan kuabaikan kerawanan di pelupuk mata
 
2
Terberkatilah! Para demonstran yang menagih satir[3] itu
Pekiknya adalah suara resah manusia pada ketimpangan yura
manakala membiarkan tikus gentayangan seperti hantu
Lihatlah!
Raganya siap membeku, dihujani gas air mata
bahkan berkalang tanah, ditimpa sebutir peluru

3
Demokrasi, kawan semasa hidupnya
betapa lega mayat politik itu menuju keabadian di jagad raya
sebab telah ia getarkan gelombang suara tanpa aba-aba,
merembet begitu saja ke belantara tak berpeta.
Kini sabdakan padanya dengan bestari,
wahai raja yang gemar mendikte bala tentara, dan yakinkan dirinya
bagaimana melontar kritik tanpa syak wasangka?

4
Sebab kali ini tidak ada jeda, kurukshetra
meyakinkannya bahwa kesetaraan harus ditegakkan.
Kini terimalah persembahan jiwa yang gundah ini
untuk melindungi ibu pertiwi


[1] Padang pertempuran baratayuda—untuk mengibaratkan konfrontrasi di negeri ini.
[2] Pernah dilihat (bahasa Perancis).
[3] Sumpah

Posting Komentar untuk "Sajak September"