Kamis, 13 Februari 2014
Sajak Luka
Patah. Tersayat. Aku tidak lagi merasa bagaimana hujan mengelus mesra wajahku, di tepian jendela yang kau sebut sebagai cermin menatapi mata indahmu. Petang kini berselimut kabut, dekat, bercampur dengan buliran bening, semakin larut. Aku rebah. Dinding hatiku roboh. Bernanah. Berdarah. Kau, menggerusnya. Melumatkan. Lalu aku terbenam, bersenandung, dalam sedih tak berbekas.
Langganan:
Postingan (Atom)
Tempat yang Dulu Kau Sebut Rumah
Tempat (yang Dulu) Kau Sebut Rumah
Tumpukan bata di sudut jalan mulai berlumut tak ada angin berembus lewat jendela setiap pagi pintu berderit hanya sekali tatkala penja...